Mamah, kami memanggilnya seperti itu. Mamah
dimataku adalah seorang ibu yang kalau dilihat sekilas tampak biasa saja. Ibu
rumah tangga biasa yang menghabiskan hari-harinya untuk mengurus anak dan
urusan rumah tangga lainnya. Mamah seperti ibu-ibu kebanyakan, dia suka ngomel
dan kadang suka ngerumpi bareng ibu-ibu tetangga. Mamah hanya mengenyam
pendidikan sampai madrasah tsanawiyah kelas 2, karena keterbatasan ekonomi
orang tuannya dia harus berhenti sekolah dan bekerja jadi buruh pabrik untuk membantu
orang tuannya saat usiannya masih sangat muda. Mamah menikah dengan bapak pada
usia 18 tahun, mereka terpaut perbedaan usia yang cukup jauh menurutku, 7
tahun. Kini mamah tidak bekerja, hanya mengurusi kami dan menjaga keluarga
kecil ini.
“Hidup
di dunya ngan saukur ngumbara”
Aku senang mendengar kata-kata itu keluar
lagi dari mamah. Kurasa itulah motto hidup mamah selama ini, hingga hampir
setiap kali dia menasihatiku pada sela-sela obrolan kami kalimat itu akan
selalu muncul. Mamah dibilang tua tentu saja tidak, diblang muda juga tidak
bisa. Usianya kini 46 tahun, usia yang sangat matang. Seorang ibu yang harus
mengurus 4 orang anak seorang diri saat. Seorang istri yang harus menjadi janda
pada usia yang masih cukup muda, 39 tahun.
Itulah mamah….
Masih terbayang rasanya, melihat mamah
menangis saat bapak pergi meninggalkan kami. Masih kuingat kata-kata yang mamah
ucapkan waktu itu. Mamah bukan menangisi nasibnya yang harus menjadi seorang
janda, mamah menangis karena takut nasib memikirkan kami setelah bapak pergi.
Entahlah, aku tak tau pasti perasaan mamah saat itu, mungkin hatinya terluka,
mungkin batinnya menangis, mungkin…. Aku tak tau bagaimana menggambarkan
perasaan seseorang, sama sulitnya untuk menggambarkan perasaan sendiri.
Kadang-kadang.
Kau
tau rasanya ditinggal orang yang paling kau cintai?
Sakit.
Itu sangat sakit.
Kusadari kini, mungkin itulah sebabnya
Allah tidak memperbolehkan kita mencintai hambanya melabihi cinta kepadaNya.
Ingat kisah nabi Ibrahim dan ismail?
Saat Allah meminta nabi Ibrahim menyembelih Ismail, bukan untuk
menyembelih leher Nabi Ismail, melainkan menyembelih rasa cinta pada keduaNya agar tak melbihi cinta padaNya..
Kita tidak mencintai apapun melebihi cinta
padaNya..
Semua ini hanya titipan, keluarga, ayah,
ibu, anak-anak, teman-teman, harta benda, bahkan raga inipun hanya sebuah
titipan dariNya. Titipan yang tidak kekal, sewaktu-waktu kita akan
kehilangannya. Kita harus siap untuk kehilangan semua titipan ini, karena kita
tidak berhak atasnya dan tidak mampu membuatnya kekal. Alangkah baiknnya Allah,
telah memperingatkan kita untuk tidak mencintaiNya berlebihan, melebihi cinta
kita padaNya. Kita yang dipercaya untuk dipinjamkan semua itu oleh Allah,
senantiasa harus menjaganya dengan baik dan menjaga kepercayaanNya.
Mamah benar,
“Hidup di dunya ngan saukur ngumbara” – Hidup didunia hanya sekedar mengembara
Motto hidup itu tercermin dalam kehidupan
kami kini, mamah yang menanamkannya dalam alam bawah sadar kami. Untuk tidak
mencintai dunia, untuk tidak kikir akan harta, untuk selalu berbagi dengan
mereka yang membutuhkan, untuk tidak lupa beribadah, untuk tidak takut
mengeluarkan uang meski itu uang terakhir yang kami miliki, untuk percaya Allah
itu ada dan akan selalu mencukupi kebutuhan kami, untuk percaya kehidupan ini
hanya sementara,…………….
Untuk kalimat yang terakhir, mungkin hal
itu sudah tertanam kuat dalam diri kami semua. Kami percaya kehidupan ini hanya
sementara. Kami akan dan telah mengalaminya sendiri, dimana kehidupan ini hanya
sementara. Kami telah menyakiskan bahwa kehidupan seseorang didunia ini akan
berakhir. Kami melihat sendiri, bahkan merasakannya, merasakan sakit dan
mendapat pelajaran yang berharga dari akhir kehidupan seseorang. Karena kami
yang ditinggalkan…………
Setelah dipikir-pikir, tentu ada hikmah
dibalik semua yang terjadi. Kami ditinggalkan oleh seorang ayah pada usia yang
masih sangat muda. Kakakku 19 tahun, aku sendiri 14 tahun, teguh 8 tahun dan
Vina 11 bulan. sungguh pelajaran hidup yang sangat berharga, sebuah pengalaman
luar biasa harus berjuang hidup tanpa seorang ayah. Yah… keadaanlah yang banyak
mengajarkan arti kehidupan bukan. Saat kami harus melanjutkan hidup, menatap
mantap masa depan setelah kepergiannya. Betapa banyak hikmah yang bisa kami
rasakan.
Kami menyadari semuannya lebih awal dari
yang lain, kami memikirkannya lebih awal dari yang lain. Kurasa begitu, meski
mungkin ada yang lebih awal dari kami. Kami menyadari hakikat hidup lebih awal,
bahwa hidup ini hanya sementara. Bahwa dunia ini tidak kekal. Bahwa kami akan
kehilangan orang-orang yang kini ada disekeliling kami, kami awalnya tidak ada
dan akan tidak ada lagi pada akhirnya di dunia ini, kami akan meninggalkan ini
semua juga dan pergi seperti mereka.
Kami, tidak ingin menumpuk harta di dunia
ini. Kami, ingin membuat orang lain bahagia. Kami, ingin menabung sebanyak
mungkin untuk kehidupan kami di alam lain kelak. Kami, ingin berbuat banyak hal
untuk orang lain. Karena hanya itu yang mungkin bisa kami lakukan saat ruh ini
masih memiliki kesempatan tinggal dalam raga. Kami tau, kesempatan itu tidak
banyak waktu lagi yang tersisa. Kami harus bergegas menggapainnya satu persatu.
Kumohon bantu kami Rabb……. Jauhkan kami dari bahaya penyakit hati dan godaan
syaitan yang melalaikan.
terimakasih telah mengirimkan dan mengijinkan
mamah untuk menemani kami. Mamah yang istimewa yang mendoakan dan mengajari
kami semua hal yang kini kami sadari untuk selalu menyerahkan segalannya
kembali padaMu….
29
desember 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar