Celoteh Si Mak'nun

Jumat, 12 November 2010

inspirasi baru.............

If you want something you’ve never had, you must be willing to do something you’ve never done.
~ Thomas Jefferson

Rabu, 10 November 2010

Saatnya merenung atas teguran yang tengah menyambangi negeri ini kawan....

“ telah tampak kerusakan di lautan dan di lautan karena ulah (kemaksiatan ) manusia supaya Allah menimpakan kepada mereka sebagian akibat perbuatan mereka agar mereka kembali ( ke jalan yang benar)”. ( QS. Ar-Rum [30]: 41 )

Terkait bencana yang sedang melanda Indonesia, mulai dari tsunami, banjir sampai meletusnya gunung merapi, didalam Al-Quran Allah SWT tegas menyatakan bahwa berbagai kerusakan di daratan dan di lautan lebih banyak disebabkan karena kemaksiatan manusia.
Kemaksiataan terbesar tentu saja saat hukum-hukum Allah SWT dicampakkan manusia, tidak diterapkan lagi oleh manusia. Saat manusia berpaling dari syariah-Nya, saat manusia lebih sering mencari “pembenaran” dari pada “kebanaran”, maka kesempitan hiduplah yang bakal mereka rasakan, diantaranya ditimpa berbagai bencana yang menimpa bangsa kita saat ini.

Dengarlah kawan, tangis jerit anak-anak yang kehilangan orangtuanya,,.
Dengarkanlah…
Apa pantas kita menutup mata atas penderitaan saudara-saudara kita..
Pantaskah??

Tapi tenanglah kawan...
Allah itu Maha adil, ada salah satu dari firman Allah : “ sekiranya penduduk negeri-negeri beriman Dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan Bumi .” ( QS al-A’raf [7]: 96 )
Tidak ada kata terlambat untuk kita memperbaiki diri, dan tidak ada kata terlambat untuk terus berdoa memohon keselamatan darinya…
Karena tidak ada lagi penolong selain Allah.

Dua mata, Dua tangan

LLL.gif

Ada kalanya kita seperti dua mata

Tak pernah berjum

Tapi selalu sejiwa

Kita menatap kearah yang sama

Walau tak berjumpa

Mengagumi pemandangan yang indah

Dan berucap ; subhanallah

Kita bergerak bersama

Walau tanpa berjumpa

Mencari pandangan yang dihalalkan

Menghindar dari yang diharamkan

Dan berucap : astagfirullah

Kita menangis bersama

Walau tak pernah berjumpa

Dalam kecewa, sedih ataupun gembira

Duka dan bahagia

Dan tetap berjumpa : Alhamdulillah

Kita terpejam bersama

Walau tak pernah berjumpa

Member damai dan rehat

Sambil berucap: laa haula

Wa laa quwwata illa billah..

Tapi kadang kita perlu menjadi dua tangan

Berjumpa dalam sedekap shalat

Berjama’ah menghadap Allah

Tapi kadang kita perlu menjadi dua buah tangan

Berjumpa dalam membersihkan

Segala kotor dan noda dari badan…

Sabtu, 06 November 2010

Di Usia senja’nya ia menangis lagi….

Indonesia genap berusia 65 tahun pada agustus beberapa bulan yang lalu. Jika diibaratkan dengan usia manusia, 65 merupakan usia senja yang kebanyakan orang menyebutnya sebagai masa-masa tenang atau pensiun. Jika kebanykan dari kita mengaggap usia 65 keatas adalah saatnya untuk mendekatkan diri pada yang mencipta, banyak duduk di maesjid merenung dan beribadah. lantas kenapa Indonesia sampai sekarang masih asik dengan gaya mudanya. Usia 65 adalah usia matang dimana manusia telah sampai pada titik klimaks perjalanan hidupnya. Biasanya orang yang sudah tua yang telah makan asam garam kehidupan dan meneguk banyak pengalaman dalam hoidup, pada usia 65 tahun sudah semakin arif dalam menyikapi kehidupan. Memang tidaklah sama usia menusia dengan usia negara kita tapi seharusnya Indonesia tidak lagi seperti anak kecil berusia 2 tahun yang masih tertatih-tatih berjalan dan seakan baru mengenal dunia ini sehinnga masih banyak melakukan kesalahan. Masih sering memasukan sembarangan makanan apa saja yang ditemuianya tanpa mengetahui apakah makanan itu berbahaya apa tidah, masih harus bergantung pada orang lain dan bahkan masih disuapi oleh orang lain. 65 tahun bukanlah waktu yang singkat kawan, dan yang membuat miris adalah kini negeri kita ini tengah ditimpa bencana yang dahsyat . banyak yang bilang bahwa bencana yang terjadi saat ini adalah sebuah mekanisme alam untuk menjaga keseimbangannya, k”kalu tidak ada bencana besar, populasi manusia sulit untuk berkurang karena laju kelahiran sengat cepat”. Logis memang, namun kalau kita berfikir lebih luas tidakkah kita berpikir bahwa itu sebuah teguran keras bagi kita yang semakin tua buakannyas emakin dekat dengannya, semakin menjadi baik, malah semaakin menjadi-jadi bagaikan bocah ABG yang labil yang lagi asik asiknya buat keributan baik itu dengan saudaranya sendiri maupun dengan lingkungan luarnya.

Seperti kita tahu, kehidupan pada masa-masa ABG adalah masa yang paling dikhawatirkan oleh para orang tua. Sehingga pada masa itu kadang sangat sering membuat orang tua marah dan sering memberi hukuman pada sang anak. Apa mungkin itulah posisi Indonesia kita saat ini? Lantas, apa masih pantas pada usia ke 64 seseorang masih berkelakuan bagaikan anak ABG?

Namun, kenyataannya seperti itulah memang kondisi real kita. Kita masih asik melakukan hal-hal yang tidak bermanfaat, kita masih sering marah dan emmosi yang labil serta kadang sering sekali bertengkar dengan saudara-saudara kita, mirip sekali dengan anak ABG.

Releva, sangat sangat relevan dengan apa yang dilakukak negeri ini memang. Contoh keci adlah bencana banjir, bencana rutin yang melanda negeri ini. Hampir semua bencana banjir terjadi akibat seungai yang meluap sat musim hujan, dan tentu buakn rahasia umum kalau sungai-sungai di negara ini adalah tong sampah gratis yang mengalir. Sehingga orang tdak harus susah-susah membakar sampah atau menguburnya, toh praktis tinggal buang saja kesungai dan hilang dari hadapan kita itu sampah. Padahal, sampah tidak hilang dibawa sungai, dia akanbermuara disuatu tempat dan menumpuk yang lama kelamaan akan menutup aliran sungai. Kta itu nakal, seperti anak SD yang harus selalu diingatkan untuk buang sampah pada tempatnnya saja susah, sehingga kadang sang guru harus metapkan hukuman-hukuman untuk mempuat kita mau buang sampah pada tempatnnay. Lantas bagaimana dengan kita? Bebal sekali rasanya, telah diperingatkan beberapa kali, sudah dapat hukuman beberapa kali masih saja tidak sadar akan kesalahan sendiri. Anak SD saja bisa berpikir kalau seandainya dia melakukan ini lagi pasti akan dihukum dan akhirnnya dia jera. Kenapa kita tidak jera?? Malah seakan hukuman rutin itu tidak membuat perubahan apapun, apakah perlu diberi hukuman yang lebih besar agar kita jera? Tsunami, apa itu hukuman yang memang pantas untuk kita? Atau haruskah Allah menegur kita melalui ciptaannya yang lain, meletusnya gunung merapi yang baru-baru ini terjadi dan menelan banyak korban jiwa? Harus berapa nyawa yang melayang akibat ulah kita lagi, tidak kah ada rasa iba pada diri kita melihat anak yang menangis kehilangan ibunya??? Anak yang patah tulangnya hingga cacat seumur hidup? Padahal itu bukanlah salah mereka kawan, kasihan mereka…kita harus berubah, tidak bisa seperti ini terus, minimal demi mereka…demi menjaga agar air mata anak-anak kecil itu tidak lagi menetes di bumi ini.

Sehingga haruskah kita masih berpikir bahwa apa yang terjadi saat ini adalah teguran atas ulah nakal kita selama ini. Naudzubilah jika kita lagi-lagi menyamakan usia dengan usia manusia, berarti pada usia sekarang ini Indonesia tengah menanti kemtatiannya…maka harusnnya lebih bisa mendekatkan diri pada yang maha kuasa. Bukan malah seperti orang yang tidak sadara atas usianya dan masih asik ‘ajep-ajep’.Kalau anak ABG sering diberi hukuman oleh orang tuanya agar lebih baik dan tidak keluar dari batas wajar dan menjadikannya lebih baik. Apa mungkin itulah pula yang dilakukan oleh Nya pada Indonesia, karena Allah sayang pada kita, Allah takut kita menjdi manusia yang tidak benar maka allah tegur kita, karena Allah ingin agar kita berjumpa dengannya kelak disurga, Allah ingatkan kita melalui kekuasaannya?? Wallahua’lam, yang pasti Allah sangat menyayangi umatnya dan ingatlah bahwa kita kini bukan lagi anak ABG, usia senja tengah didepan mata yang rasanya tidak pantas lagi kita menangis diusia senja ini karena sebuah teguran dari kelalaian diri sendiri. A-Rahman dan A-Rohim….

Bogor, 7 November 2010

02.29 dini hari menjelang keberangkatan ke Bandung

Jumat, 05 November 2010

Mempercayai yang terbaik dalam diri seseorang akan menarik keluar yang terbaik dari mereka
Berbagi senyum kecil dan pujian sederhana, mungkin saja mengalirkan ruh baru pada jiwa yang nyaris putus asa
Atau membuat sek
eping hati kembali percaya bahwa dia berhak dan layak untuk berbuat baik

Sulit, mudah, RidhaNya…

Satu waktu, sudah lama sekali
Seorang berkata dengan wajah sendu
“alangkah beratnya…alangkah banyak rintangan..alangkah berbilang sandungan…alangkah rumitnya”

Aku bertanya “lalu?”
Dia menatapku dalam-dalam, lalu menunduk
“apakah sebainnya kuhentikan saja ikhtiar ini?”

‘hanya karena itu kau menyerah kawan?”
Aku bertanya meski tak begitu yakin apakah aku sanggup menghadapi selaksa badai ujian dalam ikhtiar seperti yang dialminya
“yah, bagaimana lagi..? tidakkah semua hadangan ini pertanda bahwa Allah tak meridhainya?”

Aku membersamainya menghela nafas panjang
Lalu bertanya “andai Nabi kita Muhamad berpikir sebagaimana engkau menalar, akan adakah islam dimuka bumi?”
“maksudmu kawan?”, ia terbelalak

“ya..andai Muhamad berpikir bahwa banyak kesulitan berarti tak diridhai Allah, bukankah ia akan berhenti di awal-awal risalahnya?”

“ada banyak titik sepertimu saat ini, saat Muhamad bisa mempertimbangkan untuk menghentikan ikhtiar
Mungkin saat ia bangkit lalu dahinya disambat batu
Mungkin saat ia dikatai gila, penyair, dukun, dan tukang sihir
Mungkin saat ia dan keluarga diboikot total di Syi’b Abi Thalib
Mungkin saat ia saksikan sahabat-shabatnya disiksa didepan mata
Atau saat paman terkasih dan isi tersayang berpulang
Atau justru saat dunia ditawarkan padanya; tahta, harta, wanita…”

“jika muhamad berpikir sebagaimana engkau bernalar tidakkah ia memilki banyak saat untuk memilih berhenti?”

Tapi muhamad tahu kawan..
Ridha Allah tak terletak pada sulit atau mudahnya
Berat atau ringannya, bahagia atau deritanya
Senyum atau lukanya, tawa atau tangisnya”

“Ridha Allah terletak pada apakah kita mentaatiNya
Dalam menghadapi semua itu
Apakah kita berjalan dengan menjaga perintahnya dan menjauhi laranganNya
Dalam semua keadaan dan ikhtiar yang kita lakukan”

“maka selama disitu engkau berjalan,,Bersemangatlah kawan"


sumber : dalam dekapan Ukhuah