Apalah arti rindu, kalau bukan cinta.......
Alhamduillah….
Puji syukur atas segala nikmat dan karuniaNya yang senantiasa tercurah dalam
setiap tarikan nafas hidup. Dalam setiap hembusan angin yang diciptakanNya. Dalam
setiap tetes air yang turun dari langit. Dalam setiap nyawa yang terlahir di
bumi. Semua adalah wujud cintaNya.
Hari
pertama di bulan ramadhan. Tidak ada kata lain yang ingin di ucapkan selain
kata syukur. Dipertemukan kembali dengan bulan suci yang penuh berkah, bulan
yang dirindui seorang muslim yang penuh cinta akan RabbNya, bulan yang akan menjadi arena
perburuan amal baik bagi kaum muslimin untuk mempersiapkan diri dalam keadaan
sebaik mungkin agar kelak dapat bertemu dengan penciptaNya.
Setelah
kemarin menunggu keputusan sidang istbat yang merupakan penentuan satu ramadhan
akhirnnya diputuskan bahwa satu ramadhan jatuh pada hari sabtu tanggal 21 Juli
2012. Isu atau desas desus sebelumnnya satu ramadhan jatuh pada hari jumat,
otomatis persiapan ramadhan pusn dipersiapkan untuk hari jumat (kalau ibu-ibu
mungkin mulai mempersiapkan menu sahur), mulai dari agenda ramadhan dan
kegiatan lainnya. Sepertinya ia begiru dirindu, hingga tak sabar menunggu hasil
siding yang sekaligus menentukan solat traweh atau tidak malam jumat waktu itu.
Siap-siap ia, tapi ternyata hasil sidang memutskan satu ramadhan jatuh pada
hari sabtu, karena hilalnya masih terlalu rendah dan belum begitu jelas
terlihat (kata pakar astrologi).
Ramadhan sering dikiaskan dengan
perumpamaan Tamu Agung yang istimewa. Perumpamaan dan
keistimewaan itu tidak saja menunjukkan kesakralannya dibandingkan dengan bulan
lain. Namun, mengandung suatu pengertian yang lebih nyata pada aspek penting
adanya peluang bagi pendidikan manusia secara lahir dan batin untuk
meningkatkan kualitas ruhani maupun jasmaninya seseorang dalam masa hidupnya.
Karena itu, Bulan Ramadhan dapat
disebut sebagai Syahrut Tarbiyah atau Bulan Pendidikan. Penekanan
pada kata Pendidikan ini menjadi penting karena pada bulan ini kita dididik
langsung oleh Allah SWT. Pendidikan itu meliputi aktivitas yang sebenarnya
bersifat umum seperti makan pada waktunya sehingga kesehatan kita terjaga. Atau
kita diajarkan oleh supaya bisa mengatur waktu dalam kehidupan kita. Kapan
waktu makan, kapan waktu bekerja, kapan waktu istirahat dan kapan waktu ibadah.
Jadi, pendidikan itu berhubungan langsung dengan penataan kembali kehidupan
kita di segala bidang.
Menata kehidupan sesungguhnya
bagian dari proses mawas diri atau introspeksi. Jadi, bulan Ramadhan
sesungguhnya bulan terbaik sebagai masa mawas diri yang intensif. Proses mawas
diri melibatkan evaluasi diri ke wilayah kedalaman jiwa untuk dinyatakan
kembali dalam keseharian sebagai akhlak dan perilaku mulai yang membumi.
Tentunya evaluasi ini didasarkan atas pengalaman hidup sebelumnya yaitu
pengalaman atas semua peristiwa dan perilaku sebelas bulan sebelumnya sebagai
ladang maghfirah yang sudah disemai dan ditanami pohon benih-benih perbuatan.
Selain itu, evaluasi juga mencakup taksiran untuk kehidupan di masa depan, baik
di dunia maupun di akhirat nanti.
Pada masa Rasulullah peperangan
fisik banyak terjadi pada bulan Ramadhan dan itu semua dimenangkan kaum
muslimin. Peperangan fisik di masa Rasulullah adalah suatu keharusan yang tidak
dapat ditolak karena situasi dan kondisi yang dihadapi saat itu. Namun, seperti
diungkapkan dalam hadis Nabi seusai Perang Badar, yang paling berat adalah
peperangan kita untuk berjihad melawan hawa nafsu sendiri. Karena itu bulan
Ramadhan sering disebut sebagai Syahrul Jihad dengan fokus
pada pengendalian hawa nafsu diri sendiri (yaitu Wa Nafsi)
Jihad melawan nafsu adalah
ungkapan untuk menyucikan dan memurnikan nafsu kita untuk kembali
semurni-murninya, yaitu dalam keadaan fitri. Ungkapan ini sebenarnya berasal
dari firman Allah dalam QS 91:7-10 dan beberapa ayat lainnya yang berbunyi
senada yaitu menyucikan jiwa. Menyucikan Jiwa adalah syarat yang mengiringi
proses awal penerimaan wahyu yaitu IQRA (simak QS 96:1-5). Hal ini tentunya
erat kaitannya dengan buah dari pendidikan jiwa secara intuitif maupun
intelektual murni (atau intelek awal), dengan rasionalitas dan penyingkapan
tabir-tabir gelap jiwa kita yang sejatinya “Ummi” dan “Fakir” di hadapan Allah,
Rabbul ‘Aalamin (Pencipta, Pemelihara dan Pendidik semua makhlukNya).
Dari kedua pengertian nama bulan
Ramadhan sebagai Bulan Pendidikan dan Bulan Jihad Melawan hawa nafsu tersebut,
maka terungkaplah kemudian nama bulan Ramadhan sebagai Syahrul Qur’an.
Al-Qur’an pertama sekali diturunkan di bulan Ramadhan dan pada bulan ini
sebaiknya kita banyak membaca dan mengkaji kandungan Al-Qur’an sehingga kita
faham dan mengerti perintah Allah yang terkandung di dalamnya. Karenanya, penamaan
Syahrul Tarbiyah dan Syahrul Jihad sebenarnya berhubungan dengan suatu
prakondisi sebelum Nabi Muhammad SAW menerima al-Qur’an sebagai Wahyu yang
diwahyukan. Dalam konteks ini maka bulan Ramadhan sebagai Syahrul Qur’an
sebenarnya merupakan peluang bagi semua Umat Islam yang bersyahadat dengan Nama
Muhammad untuk mengkaji dan menggali nilai-nilai spiritual al-Qur’an untuk
dinyatakan menjadi akhlak mulia alias akhlak Muhammad alias akhlak Qur’ani.
Selain
itu, di ramadhan yang penuh berkah ini jalinan ukhuwah islamiah
senantiasa lebih terjaga dengan kegiatan-kegiatan ramadhan yang dijalankan
seperti sholat berjamaah dan saling berbagi makanan berbuka kepada
tetangga-tetangga terdekat. Hal-hal kecil seperti mengantarkan makanan atau
sekeddar berbagi seulas senyum, tidak dipungkiri dapat membawa perubahan besar
bagi kehidupan setelahnya. Dan tentu tidak jarang, seorang anak yang pergi
merantau jauh ingin merasakan kehangatan keluarga dengan menjalankan ibadah uasa
bersama keluarga hingga ia mengorbakan banyak hal hanya untuk mengobati
kerinduannya.
Terimakasih
telah memberiku kesempatan untuk dapat menjumpai bulan SuciMu Rabb…..
Semua
atas ijinMu....
dan jika ini adalah ramadhan terakhirku, kenangkanlah aku pada
dosa-dosaku dan bukakanlah pintu taubat untuk hambaMu yang lemah ini yaa Rabb.
*didukung dari beberapa sumber
*didukung dari beberapa sumber