Celoteh Si Mak'nun

Kamis, 24 Januari 2013

Kendala dalam Keluarga...




Selamat pagi…….
Pagi ini sembari mendengarkan lantunan beberapa lagu opick jadi teringat pada beberapa tugas yang belum dikerjakan dan teringat pada kalian. Bagaimana kabar kalian? Semoga semua sehat selalu ya…..  lama tidak berjumpa dengan “catatan maknun” kan…hehe

Kendala, saya menanyakan kendala pada saat kita bersenang-senang minggu kemarin. Rasanya berdosa jika hanya menanyakannya tanpa memberikan solusi ataupun membaginya bersama-sama. Saya tidak ingin hanya menyimpan kertas-kertas ini, kertas yang berisi tulisan kalian. Tulisan kalian yang semraut, entah karena terpaksa harus menuliskannya karena saya atau memang seperti itulah tulisan tangan kalian sebenarnya. Hahaha….. masih terbaca kok, tidak menjadi soal. Mari kita bahas satu-satu kendala apa saja yang diutarakan teman-teman kita, meski sangat disayangkan tidak semua anggota bisa ikut menuliskannya disini. Semoga lain waktu bisa ya….

Kendala atau hambatan atau yang menghambat… dia bagian dari masalah, dia bagian dari tantangan, dia bagian dari perjuangan, dia ada agar kita bisa lebih dewasa, dia ada agar kita lebih bijak, dia menghampiri setiap orang, dia ada bukan tanpa maksud….
Kita list aja ya satu-satu apa kendala yang sebenarnya dialamai oleh teman-teman kita:
1.  Ribet dalam mengatur waktu.
2.  Cara kerja yang direncanakan belum berjalan
3.  Banyak hal yang masih baru dan perlu pembelajaran
4.  Penyesuaian dengan kondisi baru seperti rapat dan kegiatan lain.
5.  Belum begitu faham tentang legislative
6.  Management waktu
7.  Schedule yang mungkin bertabrakan
8.  Kesulitan membagi waktu antara organisasi, hobi dan kuliah.
9.  Belum tau harus bagaimana saat mendapat jobdesk
10.Belum PD kalau harus berkordinasi dengan dosen atau bagian atas.
11.Komunikasi antar sesame
12.Kekuatan untuk memulai
13.Masih kaku, bingung bagaimana cara berkomunikasinya.
14.Secret jarang ramai
15.Jarang on time
Ada 15 poin kendala, tersenyum membaca tulisan kalian. Selain karena tulsian tangannya yang bagus, juga karena isinya unik-unik. Ada yang bisa membantu teman-teman kita dalam menyelesaikan kendala yang dimiliki? Kalau dilihat, semua kendala bukanlah masalah yang besar. Hanya masalah-masalah kecil yang bisa diselesaikan, spakat? Kendala ini hanya soal waktu. Seiring dengan berjalannya waktu, semua kendala yang kalian miliki akan seperti yang saya ungkapkan, “bukanlah masalah besar”. Kalian bisa melewati semua kendala tersebut. Management waktu, belum paham legislative dan jobdesk, masalah komunikasi, jarang on time, percaya diri, public speaking dan secret yang jarang ramai, semua itu hanya soal waktu.  Saya rasa tidak harus menjawabnnya satu persatu, kalian bisa menaklukan kendala pada diri kalian masing-masing dan saya percaya kalian dapat melakukannya. Kalian bukan lagi bocah yang harus dituntun untuk berjalan, kalian orang-orang yang cerdas, bisa menyikapi seburuk-buruknnya keadaan dengan sebaik-baiknnya sikap. Saya tidak pernah ragu dengan kemampuan kalian.  Saya tidak khawatir dengan kendala yang kalian miliki, saya percaya kalian bisa. Semua bisa dipelajari, semua bisa diperbaiki, semua bisa dihadapi, tidak ada yang tidak bisa kalian lakukan. Jangan menutup diri dengan mengatakan hal-hal negative “saya tidak bisa”, kalian bahkan belum belajar…. Kenapa berkata “tidak bisa”. Pertanyaannya adalah kalian tidak bisa atau tidak mau?? Kalau kita mau, kita pasti bisa.
Singkirkan semua pikiran negative tentang kendala. Jangan focus pada kendala, fokuslah pada belajar. Azamkan dalam diri, saya ingin bisa! Dan saya akan menjalani semua ini dengan sungguh-sungguh. Saya sedang belajar untuk “bisa”. Sekarang mungkin saya belum tahu, belum bisa, belum pantas…tapi saya akan berusaha untuk tahu, untuk bisa, untuk pantas.

Rendahkan hati untuk mau belajar…
Orang yang sombong adalah orang yang merugi dan tidak akan bisa menyerap ilmu dengan baik…
Jangan malu untuk bertanya untuk tahu, tapi malu lah saat tidak tahu…


Semangattttt………..!!! selamat pagi dan selamat beraktifitas…. Senyuuum, yukk senyumm yukk….  ^_^

Rabu, 02 Januari 2013

Berpura-pura


Berpura-pura jadi orang dewasa untuk melewatinya,..
Berpura-pura jadi anak-anak untuk menghindarinya...
Rasanya di panggung sandiwara ini, berpura-pura bukanlah hal yang baru tentunya. Kita memiliki peran masing-masing di panggung dengan karakter masing-masing. Dalam situasi tertentu, kadang kita dihadapkan pada persoalan yang kita sendiri belum siap untuk menghadapinya. Kita belum siap untuk mengambil sebuah keputusan, ataupun kita belum siap untuk memilih dan menjalaninnya. Bukan karena kita tidak menginginkannya. Bukan karena kita tidak sanggup untuk menjalaninya. Tapi karena kita belum siap. Karena masih ada keraguan.
Jika boleh memutar sang waktu, bisakah melewatinya? Bisakah menundanya? Bisakah untuk tidak sekarang?

Ah… waktu, engkau memang tak pernah dusta…
Mana bisa kurayu dirimu,

Kondisi ini bukalah hal yang jarang terjadi dalam keseharian kita. Ketidaksiapan kadang menimbulkan efek negative dalam diri. Bisajadi stress atau galau sendiri jika tidak mampu menghadapinya. Dua kalimat paling atas tulisan ini merupakan senjata pamungkas untuk menghadapi kondisi demikian. Cara aman yang jujur, sering juga saya gunakan. Bukan bermaksud berbohong dengan berpura-pura. Walawpun pura-pura adalah salah satu cara untuk berbohong.
Saya baru sadar, kalau selama ini saya juga sering berpura-pura….
Saya berpura-pura menjadi seorang dewasa yang mampu melakukan apapun yang orang dewasa lain lakukan, orang dewasa yang bisa mengambil keputusan,  yang bisa hidup mandiri, orang dewasa yang sudah tidak mau diatur, yang kuat, yang bekerja, yang tampil mempesona, yang bisa meyakinkan diri saya kalau saya bisa melakukan apapun, yang bisa merangkul orang lain dan orang dewasa yang sudah pantas mengenal cinta.
Saya berpura-pura agar bisa melewatinya…
Saya berpura-pura agar saya kuat…
Saya berpura-pura untuk meyakinkan diri sendiri…
Saya berpura-pura untuk diri saya sendiri….

Saya juga berpura-pura menjadi anak-anak, yang hanya melakukan apa yang saya ingin lakukan. Anak-anak yang bertingkah polos, anak-anak yang selalu ceria, anak-anak yang senang merengek, anak-anak yang ingin selalu dapat perhatian dan anak-anak yang belum boleh mengenal cinta.
Saya berpura-pura agar bisa menghindarinya…
Saya berpura-pura agar saya bahagia…
Saya berpura-pura untuk meyakinkan diri sendiri…
Saya berpura-pura untuk diri saya sendiri….

Saya berpura-pura pada saat saya tidak siap.
“Termasuk saat saya tidak siap untuk mencintai sesorang dan menerima cinta darinya……”
Jika dengan berpura-pura mampu menepis bahaya yang aka nada, jadi kenapa tidak?
Saya ingin diakui lingkungan social, maka saya harus berpura-pura seolah-olah adalah orang dewasa yang bisa segalannya. Saya bukan anak-anak…!!
Saya belum siap menuju fase hidup selanjutnya, maka saya harus berpura-pura seolah-olah masih anak-anak. Saya belum dewasa…!!
Apa saya berbohong??
Allah, bukan karena ku tak percaya janji dan kehadiranMu disisiku…
Hanya ini caraku,
Engkau tau isi hatiku,
Engkau tau niat dalam hati ini,

#Pura-pura bukan berarti palsu, manya menstrategi waktu agar bisa diterima hati

Saat tak ada pilihan lain


Hari ini, tak ada kuliah tak ada praktikum. Setelah mencuci setumpuk pakaian yang telah menumpuk selama seminggu dalam ember kuputuskan untuk bersantai saja tanpa rencana untuk hari ini. Membaca buku “habibie ainun”, memberikan kisah hidup yang sangat mengesankan. Kisah prestasi dan perjuangan seorang BJ Habibie dan kisah kesetiaan ainun. Ainun seorang wanita yang baik, bijak dan berilmu. Soorang wanita yang berada dibalik kesuksesan seorang BJ Habibie, seorang istri yang sangat luar biasa perannya dalam menciptakan keluarga yang harmonis, seorang wanita yang memiliki jjiwa social tinggi, seorang wanita yang patut menjadi cerminan bagi wanita-wanita lainnya.
Setelah berpuluh-puluh lembar catatan perjalanan seorang BJ Habibie dan Ainun kuselami, perutku mulai berkontraksi karena belum terisi setetes airpun dari mulai bangun tidur. Untungnya masih ada sekotak susu steril dalam kulkas, cukup sebagai penambah energy untuk melanjutkan membaca.
2 jam kemudian perut kembali meraung-raung, rupanya sekotak susu hanya mampu membuatku bertahan selama 2 jam saja. Baiklah, rupanya aku baru ingat juga kalau bahkan dari kemarin siang belum memasukan nasi kedalam perutku. Hanya memakan makanan ringan dan gorengan. Pergi mandi dan mencari sarapan perlu dilakukan sebelum kembali terlena dengan kisah roman dan perjuangan lainnya.
Saat berjalan-jalan di bara, mencari makanan apa yang cukup membuatku selera iseng kuperhatikan kegiatan yang ada disana. Kegiatan mahasiswa yang apda umumnya sedang ebrgegas untuk kuliah atau sedang mencari makan sepertiku, pedagang yang siap-siap membuka tokonya, dan ada satu yang menarik perhatianku. Perhatianku tertuju pada seorang anak muda yang tengah mendorong gerobak atau tempat jualan yang ada kacanya seperti etalase. Bukan karena aku mengenal orang tersebut, bukan juga karena dia cukup menarik hingga mataku membuntuti gerakannya hingga di ujung jalan. Tapi karena tersadar beebrapa hal saat melihat dia dan apa yang dilakukannya.
Diusia semuda itu, mungkin usianya lebih muda dariku. Ternyata tidak semua orang bisa dengan enak menikmati harinya dengan bersantai ria atau menghabiskan waktud engan duduk manis di dalam kelas. Banyak orang lain yang seperti anak muda tadi. Harus bangun pagi-pagi bukan untuk siap-siap ke sekolah, bukan bangun pagi-pagi karena harus mengerjakan laporan, bukan bangun pagi-pagi untuk membaca. Mereka bangun pagi karena tuntutan hidup,.mereka bangun pagi karena ada seorang ibu yang harus mengisi panic didapurnya dengan beras, mereka bangun pagi-pagi untuk mencari uang saku untuk adik-adiknya. “gengsi?” tak akan membuat ibu mereka senang, tak akan membuat adik mereka bisa berangkat dengan gengsi. Maka mereka mengubur rasa itu dalam-dalam. “malu??” mereka lebih malu jika melihat ibu mereka mengemis pada tetangga, mereka akan lebih malu jika adik mereka mengemis dijalan. Maka kadang hidup memang tak memberi pilihan lain selain tetap bergerak dan menjalaninnya dengan penuh kesabaran. Pasti ada rasa cemburu dihati mereka, melihat orang-orang seusianya menenteng tas dan laptop berjalan sambil tertawa bersama teman-temannya. Pasti ada pedih menyaksikan pemandangan itu, pasti ada tetes air mata karena keadaan. Ketidakberdayaan untuk memilih keadaan yang lebih baik.
Bagi mereka yang tidak punya kesempatan untuk memilih
Bagi mereka yang kini menjalani hidup dengan keras
Bagi mereka yang terus berjuang untuk orang-orang yang dicintainya..
Perhatikanlah,
Di dunia ini, engkau mungkin seolah terlihat lebih rendah daripada yang lain
Di dunia ini, engkau mungkin seolah tak berharga
Di dunia ini, engkau mungkin seolah tak berarti
Tapi…
Tidakkah kau dengar ungkapan doa seorang ibu yang amat bersyukur atas kehadiranmu
Ungkapan syukur atas kehadiran seorang anak yang rela berkorban mencari nafkah untuk keluarganya
Merelakan masa mudannya untuk sekedar hura-hura dengan teman-temannya
Merelakan masa mudanya untuk adik-adiknya..
Kelak saat masanya tiba, engkau adalah orang yang sukses tanpa pilihan
Saat kau lihat adik-adikmu tumbuh baik dan pintar
Karena mungkin tuhan tidak memberikanmu pilihan lain, selain menjadi orang yang akan mulia disisiNya
Bersabarlah…

*setelah menulis, mari melanjutkan membaca…. membaca akan membuatmu lebih baik. Menulis akan memberikan perasaan yang jauh lebih baik lagi..


18 desember 2012

Iman kita


Menunggu hujan reda, sedikit membosankan karena sudah hampir setengah jam bengong. Sepuluh menit pertama mengunggu masih asik dengan pikiran sendiri, entah apayang dipikirkan. Sepuluh menit kedua berusaha menikmati tetesan air hujan yang jatuh ke tanah. Sepuluh menit berikutnya Bengong….
Bka hp tak ada pesan masuk, bingung juga mau sms atau tlpn siapa. Buka laptop juga buat apa… tidak ada yang menarik.
Akhirnya kuputuskan untuk memperhatikan aktivitas orang di gedung ini, gedung baru yang sepertinya dibangun karena universitasku kelebihan dana. Hehe..
Lihat OB yang lalu lalang membersihkan percikan air hujan dan jejak manusia yang ekluar masuk gedung, berapa banyak mereka? “berlebihan” itu komentar teman disampingku yang sedang asik menonton drama korea sambil menunggu hujan bersamaku. Kurasa memang benar, berlebihan. Gedung 2 lantai dengan luas yang tidak seberapa memiliki OB yang sangat banyak. Sekali lagi kurasa memang benar, universitasku sedang kelebihan dana. Hehe
Sudahlah, tidak perlu dianggap terlalu serius karena saya tak tau pasti alasannya. Lagian tidak menjadi masalah, malah menjadi anugerah bagi orang lain bukan.  Bisa menyerap lebih banyak pengangguran.
Berapa kisaran gaji seorang OB ya? Apa mengikuti UMR? Kalau gitu lumayan juga.. (maksudnya tertarik gitu?)Hahaha…
Kerja mereka full time, tidak bisa disambi dengan pekerjaan lain. Otomatis penghasilannya hanya berasal dari satu sumber dong. Kalau statusnya single alias masih belum menikah (status KTP) mungkin bisa cukup untuk uang saku agar tidak membebani orang tua lagi. Tapi kalau sudah menikah dan punya anak, apa penghasilan itu cukup untuk keluarganya? Karena mungkin itu pekerjaan dan sumber nafkah satu-satunya untuk keluarga mereka. Seperti apa kehidupannya ya….
Hidup dikota besar dimana tak sedetikpun terlewatkan tanpa rupiah. Jika dipikirkan dengan logika mungkin banyak hal yang terasa tidak mungkin terjadi. Bagaimana seorang anak tanpa ayah ibu dapat hidup seorang diri di hingar binger kota tanpa sepeser rupiahpun digenggamannya. Jika dipikir dengan logika mungkin akan sangat rumit.
Perlu iman, untuk menjelaskan semua yang ada di dunia ini…
Saat logika tak mampu menggapainya…
Matematika Tuhan tidak sama dengan matematika manusia..
1-1  bisa saja bernilai nol dimata manusia…
2+2 bisa saja bernilai 4 dimata manusia…
Tapi bisa berbeda jika ia hendak menjadikannya beda…
1-1  bisa bernilai 100, 1000, atau 100000..
2+2 bisa berniali 0, 0.01, atau 0,00001….
Apa yang tidak bisa dilakukan tuhan??
Biar imanmu yang menjawab…..

Begitu pula dengan pertanyaanku diatas, bagaimana seorang OB dapat menghidupi keluarganya? Bagaimana seorang anak dapat hidup sendiri?
Iman kitalah yang menjawab…


16 desember 2012