Celoteh Si Mak'nun

Rabu, 02 Januari 2013

pengkotakan kebahagiaan

Ada hal yang membuatku sedikit terenyuh kala berada di rumah. Di rumah ini aku benar-benar melupakan banyak hal, melupakan keangkuhan, membiarkan diriku seperti aku yang dulu. Anak dari keluarga kecil di sebuah desa, kehidupan yang sedrhana, sangat beda. Disini ramai, mana bisa menghabiskan waktu hanya seorang diri. Aku bahkan tidak bisa mengklaim adanya ruang pribadi seperti apa yang kuterapkan di bogor. Disini, mereka semua adalah ruang pribadiku. Jadi kurasa aku tidak terganggu sedikitpun dengan keributan2 kecil yang terjadi yang berasal dari ruang pribadiku sendiri. Beda kalau disana, aku benci keributan. Lebih menyenangkan tidak ada yang menggangu.
Saat di rumah, kejadian-kejadian tidak bisa kukendalikan sepenuhnya. Tidak bisa menata semua sesuai inginku. Berbeda jika aku disana. Aku hanya melakukan apa yang ingin kulakukan. Lama-lama lahirlah perubahan yang menjadikan aku semakin egois. Dirumah, disni sekalian sambil melunakan hati dan merdakan ego yang makin melambung.
Tkalian tau, apa bedanya orang kota dengan orang desa. Kalian tau apa bedanya orang modern dengan orang jaman dulu? Dulu aku tak tau, kiini perlahan aku mengetahuinya sedikit.
Aku adalah orang yang ebrasal dari kampong dengan semua keterbatasan dan kemalasan yang sangat banyak. Sedikit wawasan, tidak terlalu pandai, daya saingku tidak tinggi, dan pemalas. Hanya sdedikit modal keberanian yang ditanamkan bapak yang benar-benar membantuku untuk hidup lebih baik, hmm.. oke!
Apa yang oke? Entahlah……..hehe
Hampir 4 tahun hdup di kotaa besar, 16 tahun lebih hidup di desa. Dan selama 4 tahun itu aku bolak-balik desa-kota. Atmosfer yang jauh sangat berbeda tentunya kurasakan selama masa bolak-baloik tadi. Hal kecil yang kutemukan contohnya… di kota kebahagiaan kebanyakan akan didapatkan dan dinilai dengan materi, sedangkan di kampong kebahagiaan masih asli menurutku. Asli dalam artian, tidak banyak intrik dan pengorbanan yang terlalu besar untuk mendapatkan kebahagiaan. Orang kota terlalu pintar membuat ukuran, terlalu pandai, sehingga untuk sebuah kebahagiaaan saja ukurannya harus sudah ditenrukan, membosankan! Ada standar atau semacam pengkotak-kotakan berbagai rasa, kondisi, strata, kedudukan. Aissh entahlah. Yang menderita adalah orang yang sulit untuk mencapai standar atau nukuran tereebut bukan? Meneydihakan!!
Padahal tuhan tak pernah menciptakan standar tersebut, kalian terlalu pandai dan makin menyulitkan mahluk bumi!!
Kalian orng kota terlalu perhitungan menurutku, apa itu efek dari pendidikan yang tinggi? Segala sesuatu dihitung dengan angka.
26 Desember 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar