Celoteh Si Mak'nun

Rabu, 02 Januari 2013

motto hidup mama


Mamah, kami memanggilnya seperti itu. Mamah dimataku adalah seorang ibu yang kalau dilihat sekilas tampak biasa saja. Ibu rumah tangga biasa yang menghabiskan hari-harinya untuk mengurus anak dan urusan rumah tangga lainnya. Mamah seperti ibu-ibu kebanyakan, dia suka ngomel dan kadang suka ngerumpi bareng ibu-ibu tetangga. Mamah hanya mengenyam pendidikan sampai madrasah tsanawiyah kelas 2, karena keterbatasan ekonomi orang tuannya dia harus berhenti sekolah dan bekerja jadi buruh pabrik untuk membantu orang tuannya saat usiannya masih sangat muda. Mamah menikah dengan bapak pada usia 18 tahun, mereka terpaut perbedaan usia yang cukup jauh menurutku, 7 tahun. Kini mamah tidak bekerja, hanya mengurusi kami dan menjaga keluarga kecil ini.
“Hidup di dunya ngan saukur ngumbara”
Aku senang mendengar kata-kata itu keluar lagi dari mamah. Kurasa itulah motto hidup mamah selama ini, hingga hampir setiap kali dia menasihatiku pada sela-sela obrolan kami kalimat itu akan selalu muncul. Mamah dibilang tua tentu saja tidak, diblang muda juga tidak bisa. Usianya kini 46 tahun, usia yang sangat matang. Seorang ibu yang harus mengurus 4 orang anak seorang diri saat. Seorang istri yang harus menjadi janda pada usia yang masih cukup muda, 39 tahun.
Itulah mamah….
Masih terbayang rasanya, melihat mamah menangis saat bapak pergi meninggalkan kami. Masih kuingat kata-kata yang mamah ucapkan waktu itu. Mamah bukan menangisi nasibnya yang harus menjadi seorang janda, mamah menangis karena takut nasib memikirkan kami setelah bapak pergi. Entahlah, aku tak tau pasti perasaan mamah saat itu, mungkin hatinya terluka, mungkin batinnya menangis, mungkin…. Aku tak tau bagaimana menggambarkan perasaan seseorang, sama sulitnya untuk menggambarkan perasaan sendiri. Kadang-kadang.
Kau tau rasanya ditinggal orang yang paling kau cintai?
Sakit. Itu sangat sakit.

Kusadari kini, mungkin itulah sebabnya Allah tidak memperbolehkan kita mencintai hambanya melabihi cinta kepadaNya. Ingat kisah nabi Ibrahim dan ismail?  Saat Allah meminta nabi Ibrahim menyembelih Ismail, bukan untuk menyembelih leher Nabi Ismail, melainkan menyembelih rasa cinta  pada keduaNya agar tak melbihi cinta padaNya..  
Kita tidak mencintai apapun melebihi cinta padaNya..
Semua ini hanya titipan, keluarga, ayah, ibu, anak-anak, teman-teman, harta benda, bahkan raga inipun hanya sebuah titipan dariNya. Titipan yang tidak kekal, sewaktu-waktu kita akan kehilangannya. Kita harus siap untuk kehilangan semua titipan ini, karena kita tidak berhak atasnya dan tidak mampu membuatnya kekal. Alangkah baiknnya Allah, telah memperingatkan kita untuk tidak mencintaiNya berlebihan, melebihi cinta kita padaNya. Kita yang dipercaya untuk dipinjamkan semua itu oleh Allah, senantiasa harus menjaganya dengan baik dan menjaga kepercayaanNya.

Mamah benar,
“Hidup di dunya ngan saukur ngumbara” – Hidup didunia hanya sekedar mengembara
Motto hidup itu tercermin dalam kehidupan kami kini, mamah yang menanamkannya dalam alam bawah sadar kami. Untuk tidak mencintai dunia, untuk tidak kikir akan harta, untuk selalu berbagi dengan mereka yang membutuhkan, untuk tidak lupa beribadah, untuk tidak takut mengeluarkan uang meski itu uang terakhir yang kami miliki, untuk percaya Allah itu ada dan akan selalu mencukupi kebutuhan kami, untuk percaya kehidupan ini hanya sementara,…………….
Untuk kalimat yang terakhir, mungkin hal itu sudah tertanam kuat dalam diri kami semua. Kami percaya kehidupan ini hanya sementara. Kami akan dan telah mengalaminya sendiri, dimana kehidupan ini hanya sementara. Kami telah menyakiskan bahwa kehidupan seseorang didunia ini akan berakhir. Kami melihat sendiri, bahkan merasakannya, merasakan sakit dan mendapat pelajaran yang berharga dari akhir kehidupan seseorang. Karena kami yang ditinggalkan…………
Setelah dipikir-pikir, tentu ada hikmah dibalik semua yang terjadi. Kami ditinggalkan oleh seorang ayah pada usia yang masih sangat muda. Kakakku 19 tahun, aku sendiri 14 tahun, teguh 8 tahun dan Vina 11 bulan. sungguh pelajaran hidup yang sangat berharga, sebuah pengalaman luar biasa harus berjuang hidup tanpa seorang ayah. Yah… keadaanlah yang banyak mengajarkan arti kehidupan bukan. Saat kami harus melanjutkan hidup, menatap mantap masa depan setelah kepergiannya. Betapa banyak hikmah yang bisa kami rasakan.
Kami menyadari semuannya lebih awal dari yang lain, kami memikirkannya lebih awal dari yang lain. Kurasa begitu, meski mungkin ada yang lebih awal dari kami. Kami menyadari hakikat hidup lebih awal, bahwa hidup ini hanya sementara. Bahwa dunia ini tidak kekal. Bahwa kami akan kehilangan orang-orang yang kini ada disekeliling kami, kami awalnya tidak ada dan akan tidak ada lagi pada akhirnya di dunia ini, kami akan meninggalkan ini semua juga dan pergi seperti mereka.
Kami, tidak ingin menumpuk harta di dunia ini. Kami, ingin membuat orang lain bahagia. Kami, ingin menabung sebanyak mungkin untuk kehidupan kami di alam lain kelak. Kami, ingin berbuat banyak hal untuk orang lain. Karena hanya itu yang mungkin bisa kami lakukan saat ruh ini masih memiliki kesempatan tinggal dalam raga. Kami tau, kesempatan itu tidak banyak waktu lagi yang tersisa. Kami harus bergegas menggapainnya satu persatu. Kumohon bantu kami Rabb……. Jauhkan kami dari bahaya penyakit hati dan godaan syaitan yang melalaikan.
terimakasih telah mengirimkan dan mengijinkan mamah untuk menemani kami. Mamah yang istimewa yang mendoakan dan mengajari kami semua hal yang kini kami sadari untuk selalu menyerahkan segalannya kembali padaMu….

 29 desember 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar