Celoteh Si Mak'nun

Sabtu, 06 November 2010

Di Usia senja’nya ia menangis lagi….

Indonesia genap berusia 65 tahun pada agustus beberapa bulan yang lalu. Jika diibaratkan dengan usia manusia, 65 merupakan usia senja yang kebanyakan orang menyebutnya sebagai masa-masa tenang atau pensiun. Jika kebanykan dari kita mengaggap usia 65 keatas adalah saatnya untuk mendekatkan diri pada yang mencipta, banyak duduk di maesjid merenung dan beribadah. lantas kenapa Indonesia sampai sekarang masih asik dengan gaya mudanya. Usia 65 adalah usia matang dimana manusia telah sampai pada titik klimaks perjalanan hidupnya. Biasanya orang yang sudah tua yang telah makan asam garam kehidupan dan meneguk banyak pengalaman dalam hoidup, pada usia 65 tahun sudah semakin arif dalam menyikapi kehidupan. Memang tidaklah sama usia menusia dengan usia negara kita tapi seharusnya Indonesia tidak lagi seperti anak kecil berusia 2 tahun yang masih tertatih-tatih berjalan dan seakan baru mengenal dunia ini sehinnga masih banyak melakukan kesalahan. Masih sering memasukan sembarangan makanan apa saja yang ditemuianya tanpa mengetahui apakah makanan itu berbahaya apa tidah, masih harus bergantung pada orang lain dan bahkan masih disuapi oleh orang lain. 65 tahun bukanlah waktu yang singkat kawan, dan yang membuat miris adalah kini negeri kita ini tengah ditimpa bencana yang dahsyat . banyak yang bilang bahwa bencana yang terjadi saat ini adalah sebuah mekanisme alam untuk menjaga keseimbangannya, k”kalu tidak ada bencana besar, populasi manusia sulit untuk berkurang karena laju kelahiran sengat cepat”. Logis memang, namun kalau kita berfikir lebih luas tidakkah kita berpikir bahwa itu sebuah teguran keras bagi kita yang semakin tua buakannyas emakin dekat dengannya, semakin menjadi baik, malah semaakin menjadi-jadi bagaikan bocah ABG yang labil yang lagi asik asiknya buat keributan baik itu dengan saudaranya sendiri maupun dengan lingkungan luarnya.

Seperti kita tahu, kehidupan pada masa-masa ABG adalah masa yang paling dikhawatirkan oleh para orang tua. Sehingga pada masa itu kadang sangat sering membuat orang tua marah dan sering memberi hukuman pada sang anak. Apa mungkin itulah posisi Indonesia kita saat ini? Lantas, apa masih pantas pada usia ke 64 seseorang masih berkelakuan bagaikan anak ABG?

Namun, kenyataannya seperti itulah memang kondisi real kita. Kita masih asik melakukan hal-hal yang tidak bermanfaat, kita masih sering marah dan emmosi yang labil serta kadang sering sekali bertengkar dengan saudara-saudara kita, mirip sekali dengan anak ABG.

Releva, sangat sangat relevan dengan apa yang dilakukak negeri ini memang. Contoh keci adlah bencana banjir, bencana rutin yang melanda negeri ini. Hampir semua bencana banjir terjadi akibat seungai yang meluap sat musim hujan, dan tentu buakn rahasia umum kalau sungai-sungai di negara ini adalah tong sampah gratis yang mengalir. Sehingga orang tdak harus susah-susah membakar sampah atau menguburnya, toh praktis tinggal buang saja kesungai dan hilang dari hadapan kita itu sampah. Padahal, sampah tidak hilang dibawa sungai, dia akanbermuara disuatu tempat dan menumpuk yang lama kelamaan akan menutup aliran sungai. Kta itu nakal, seperti anak SD yang harus selalu diingatkan untuk buang sampah pada tempatnnya saja susah, sehingga kadang sang guru harus metapkan hukuman-hukuman untuk mempuat kita mau buang sampah pada tempatnnay. Lantas bagaimana dengan kita? Bebal sekali rasanya, telah diperingatkan beberapa kali, sudah dapat hukuman beberapa kali masih saja tidak sadar akan kesalahan sendiri. Anak SD saja bisa berpikir kalau seandainya dia melakukan ini lagi pasti akan dihukum dan akhirnnya dia jera. Kenapa kita tidak jera?? Malah seakan hukuman rutin itu tidak membuat perubahan apapun, apakah perlu diberi hukuman yang lebih besar agar kita jera? Tsunami, apa itu hukuman yang memang pantas untuk kita? Atau haruskah Allah menegur kita melalui ciptaannya yang lain, meletusnya gunung merapi yang baru-baru ini terjadi dan menelan banyak korban jiwa? Harus berapa nyawa yang melayang akibat ulah kita lagi, tidak kah ada rasa iba pada diri kita melihat anak yang menangis kehilangan ibunya??? Anak yang patah tulangnya hingga cacat seumur hidup? Padahal itu bukanlah salah mereka kawan, kasihan mereka…kita harus berubah, tidak bisa seperti ini terus, minimal demi mereka…demi menjaga agar air mata anak-anak kecil itu tidak lagi menetes di bumi ini.

Sehingga haruskah kita masih berpikir bahwa apa yang terjadi saat ini adalah teguran atas ulah nakal kita selama ini. Naudzubilah jika kita lagi-lagi menyamakan usia dengan usia manusia, berarti pada usia sekarang ini Indonesia tengah menanti kemtatiannya…maka harusnnya lebih bisa mendekatkan diri pada yang maha kuasa. Bukan malah seperti orang yang tidak sadara atas usianya dan masih asik ‘ajep-ajep’.Kalau anak ABG sering diberi hukuman oleh orang tuanya agar lebih baik dan tidak keluar dari batas wajar dan menjadikannya lebih baik. Apa mungkin itulah pula yang dilakukan oleh Nya pada Indonesia, karena Allah sayang pada kita, Allah takut kita menjdi manusia yang tidak benar maka allah tegur kita, karena Allah ingin agar kita berjumpa dengannya kelak disurga, Allah ingatkan kita melalui kekuasaannya?? Wallahua’lam, yang pasti Allah sangat menyayangi umatnya dan ingatlah bahwa kita kini bukan lagi anak ABG, usia senja tengah didepan mata yang rasanya tidak pantas lagi kita menangis diusia senja ini karena sebuah teguran dari kelalaian diri sendiri. A-Rahman dan A-Rohim….

Bogor, 7 November 2010

02.29 dini hari menjelang keberangkatan ke Bandung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar