Celoteh Si Mak'nun

Rabu, 05 September 2012

Stadium General: Industri Perunggasan Indonesia, Peluang dan Daya Saing


Pembicara: Drh. Sudirman (Direktur PT. Sierad Produce)

Harga pangan di indonesia  terus mengalami peningkatan. Kekayaan sumber daya alam, tidak menjadi jaminan bagi ketersediaan pangan yang melimpah. Kelangkaan menjadi penyebab utama dari kenaikan harga dan krisis ekonomi. Perubahan cuaca ekstrim dan kondisi ekonomi global merupakan factor terjadinya kelangkaan dan berujung pada kenaikan harga bahan pangan. Selain itu, peningkatan konsumsi pangan akibat pertumbuhan penduduk yang cepat juga turut mendorong kenaikan harga bahan pangan.
Jagung merupakan salah satu komoditi hasil pertanian yang juga diproduksi petani local adalah salah satu bahan pangan yang terus mengalami peningkatan harga. Penggunaan jagung selain untuk bahan pangan, juga digunakan untuk bahan pakan bagi ternak. Kelangkaan jagung sebagai sumber pangan dan pakan di Indonesia ikut mendorong pemerintah untuk melakukan impor dari Negara lain. Selain jagung terdapat contoh komoditi lain yang juga perlu mengandalkan impor untuk kebutuhan dalam negeri yaitu kedelai. Meskipun hanya sebagian jagung diproduksi oleh petani local, nyatanya dalam penentuan harga jagung tetap mengikuti harga pasar internasional.
Keinginan untuk membuat sumber energy terbarukan seperti bioetanol, yang bermaksud untuk mengganti ketergantungan terhadap minyak bumi secara tdak langsung juga mempengaruhi ketersediaan bahan pangan. Pembuatan bioetanol dari bahan pangan yang juga dikonsumsi manusia menyebabkan manusia harus bersaing dengan mesin. Akibatnya krisis pangan akan semakin terasa dampaknya. Hal ini memerlukan solusi kongkrit agar Bioetanol dapat terealisasi tanpa menggangu ketersediaan pangan.
Menurut data, produksi daging babi dunia paling tinggi diantara produksi daging lainnya yaitu mencapai 1 juta ton lebih. Data produksi unggas dunia baru mencapai 900 ribu ton. Tingkat konsumsi daging babi, unggas dan telur cenderung meningkat, namun yang mengalami kenaikan paling signifikan adalah daging unggas. Sedangkan daging sapi justru mengalami penurunan konsumsi di dunia.
Perkembangan genetika broiler dalam 60 tahun terus mengalami peningkatan dengan pencapaian bobot badan tinggi, lama pemeliharaan cepat dan tingkat kematian rendah.
Produksi daging terbesar yaitu di Amerika 20 jt ton, sedangkan di Indonesia hanya2 juta ton. Tingkat konsumsi daging di suatu Negara, dipengaruhi oleh tingkat ekonomi Negara tersebut. Negara dengan konsumsi ayam terbesar di dunia adalah Qatar, disusul oleh Emirat Arab.
Pertumbuhan industry unggas sama dengan dua kali pertumbuhan ekonomi Negara tersebut.  jika pertumbuhan ekonomi indonseia adalah 6,5% maka pertumbuhan industri unggasnya dalah 13% per tahun.
Daya saing  industri perunggasan Indonesia relative lebih rendah disbanding beberapa Negara produsen ayam lain (Thailand, Brazil, dll). Produksi unggas dalam negeri masih memiliki produktivitas rendah, hampir 90% bahann pakan adalah impor, suplay bibit masih tergantung impor, sebagian besar suplay obat dan vaksin juga impor dan struktur pasarnya masih belum efisien. Intinya adalah: tulang punggung industri perunggasan di Indonesia masih belum kuat!
Kebijakan pemerintah merupakan harapan lain yang dapat mendorong berkembangnya industri perunggasan di Indonesia. Namun hingga saat ini belum cukup membantu. Mengambil contoh dari Negara pengimpor ternak ke Indonesia yaitu Australia. Undang-undang peternakan di Australia lebih banyak memberikan dorongan dan motivasi kepada peternak ketimbang sangsi dan aturan. Sedangkan di Indonesia adalah sebaliknya. Negara ini perlu birokrat-birokrat yang paham betul mengenai peterrnakan. Salah satu harapannya adalah mahasiswa yang nantinya akan menjadi penerus estafet kepemimpinan di negeri ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar