Pembicara: Drh. Sudirman
(Direktur PT. Sierad Produce)
Harga pangan di indonesia terus mengalami peningkatan. Kekayaan sumber
daya alam, tidak menjadi jaminan bagi ketersediaan pangan yang melimpah. Kelangkaan
menjadi penyebab utama dari kenaikan harga dan krisis ekonomi. Perubahan cuaca
ekstrim dan kondisi ekonomi global merupakan factor terjadinya kelangkaan dan
berujung pada kenaikan harga bahan pangan. Selain itu, peningkatan konsumsi
pangan akibat pertumbuhan penduduk yang cepat juga turut mendorong kenaikan
harga bahan pangan.
Jagung merupakan salah satu
komoditi hasil pertanian yang juga diproduksi petani local adalah salah satu
bahan pangan yang terus mengalami peningkatan harga. Penggunaan jagung selain
untuk bahan pangan, juga digunakan untuk bahan pakan bagi ternak. Kelangkaan jagung
sebagai sumber pangan dan pakan di Indonesia ikut mendorong pemerintah untuk
melakukan impor dari Negara lain. Selain jagung terdapat contoh komoditi lain
yang juga perlu mengandalkan impor untuk kebutuhan dalam negeri yaitu kedelai. Meskipun
hanya sebagian jagung diproduksi oleh petani local, nyatanya dalam penentuan
harga jagung tetap mengikuti harga pasar internasional.
Keinginan untuk membuat
sumber energy terbarukan seperti bioetanol, yang bermaksud untuk mengganti
ketergantungan terhadap minyak bumi secara tdak langsung juga mempengaruhi
ketersediaan bahan pangan. Pembuatan bioetanol dari bahan pangan yang juga
dikonsumsi manusia menyebabkan manusia harus bersaing dengan mesin. Akibatnya krisis
pangan akan semakin terasa dampaknya. Hal ini memerlukan solusi kongkrit agar
Bioetanol dapat terealisasi tanpa menggangu ketersediaan pangan.
Menurut data, produksi
daging babi dunia paling tinggi diantara produksi daging lainnya yaitu mencapai
1 juta ton lebih. Data produksi unggas dunia baru mencapai 900 ribu ton. Tingkat
konsumsi daging babi, unggas dan telur cenderung meningkat, namun yang
mengalami kenaikan paling signifikan adalah daging unggas. Sedangkan daging
sapi justru mengalami penurunan konsumsi di dunia.
Perkembangan genetika
broiler dalam 60 tahun terus mengalami peningkatan dengan pencapaian bobot
badan tinggi, lama pemeliharaan cepat dan tingkat kematian rendah.
Produksi daging terbesar
yaitu di Amerika 20 jt ton, sedangkan di Indonesia hanya2 juta ton. Tingkat konsumsi
daging di suatu Negara, dipengaruhi oleh tingkat ekonomi Negara tersebut. Negara
dengan konsumsi ayam terbesar di dunia adalah Qatar, disusul oleh Emirat Arab.
Pertumbuhan industry unggas
sama dengan dua kali pertumbuhan ekonomi Negara tersebut. jika pertumbuhan ekonomi indonseia adalah
6,5% maka pertumbuhan industri unggasnya dalah 13% per tahun.
Daya saing industri perunggasan Indonesia relative lebih
rendah disbanding beberapa Negara produsen ayam lain (Thailand, Brazil, dll). Produksi
unggas dalam negeri masih memiliki produktivitas rendah, hampir 90% bahann
pakan adalah impor, suplay bibit masih tergantung impor, sebagian besar suplay
obat dan vaksin juga impor dan struktur pasarnya masih belum efisien. Intinya adalah:
tulang punggung industri perunggasan di Indonesia masih belum kuat!
Kebijakan pemerintah
merupakan harapan lain yang dapat mendorong berkembangnya industri perunggasan
di Indonesia. Namun hingga saat ini belum cukup membantu. Mengambil contoh dari
Negara pengimpor ternak ke Indonesia yaitu Australia. Undang-undang peternakan
di Australia lebih banyak memberikan dorongan dan motivasi kepada peternak
ketimbang sangsi dan aturan. Sedangkan di Indonesia adalah sebaliknya. Negara ini
perlu birokrat-birokrat yang paham betul mengenai peterrnakan. Salah satu
harapannya adalah mahasiswa yang nantinya akan menjadi penerus estafet
kepemimpinan di negeri ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar