Mengertilah, saat aku sedang mengeja bagaimana Tuhan telah membuatku menjadi lemah, saat aku merasa ini semua terlalu lamban. Hanya rentang malam yang membuatku menjadi akrab dengan sepi, membuatku sedikit tak bersahabat dengan terang lampu di sudut ruangmu.
Waktu, aku hanya perlu waktu untuk meniti senyum arif bijaksana yang terkaburkan oleh sikap kekanak-kanakanku. Aku pun dapat dewasa, tentu! Tapi apalah arti dewasa jika tanpa perjalanan panjang yang melelahkan menuju ke arah muara.
Semua ada waktunya dan kuberjanji takkan menentang aliran waktu namun tak jua ikut terbawa arus olehnya. Setegar batu karang, seluwes air mengalir. Tidak ada kebahagiaan lain saat ku bisa bahagia dengan menjadi diriku sendiri. Apa adanya, tidak ada ke naif’an dan kebohongan seulas senyum basa basi...
Bunga itu masih kuncup, tunggu ia mekar menjadi ayu. Maka kau tak akan pernah menyesal karena telah bersabar. Sebab, ia tak akan menyalahi takdir dengan tidak tumbuh menjadi setangkai bunga yang jelita. Seiring musim, ia akan mekar dengan caranya yang anggun. Kau akan membuktikannya dengan pandangan yang tak jemu kearahnya.
"Ah kamu bunga daisy...." aku menyentuhnya dan kemudian tersenyum kembali kearahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar