Celoteh Si Mak'nun

Jumat, 20 April 2012

Perbedaan yang menyebabkan harus ada kata "Adil"


Pengamen, pengemis...
mana diantara kedua itu yang lebih terhormat dan tinggi derajatnnya??
dua-duannya tidak terhormat?
Pengamen lebih terhormat? Karena setidaknnya dia sudah berusaha dan tidak hanya menopang tangan?
Pengemis?? Dia membuka jalan untuk umat yang mau mendapatkan pahala??


pertanyaan macam apa itu... *skip lupakan ^__^

Mengapa kadang kita merasa sangat lemah, baik secara fisik, intelejensia, psikologis, ruhani??? Merasa tak berdaya..
mengapa harus merasa tak mampu? Bukankah Allah telah member kita semuua keimanan, akal yang cemerlang, penghormatan yang tinggi ssebagai mahluk paling sempurna, memiliki tubuh yang tegap dan gagah perkasa... lalu apa yang salah? Kenapa takdir kehidupan kadang Nampak tak adil bagi sebagian orang.
Kenapa jadi pengemis? Takdir...
Kenapa jadi pengamen? Nasib...
Benarkah?

Coba kita lihat:
Setiap kali saya pulang, atau bepergian sering kali ada pengamen yang mencoba mencari rupiah dengan menyanyi sekenanya didalam bus atau angkot. Seringkali saya iseng, memperhatikan mereka lamat-lamat. Kalau dilihat-lihat pengamen itu lebih ganteng dari teman-teman sekelas saya, beneran loh ganteng (hehe) walaupun dia tentengannya pipa berdiameter 10 cm dengan karet ban diatasnnya. Suarannya, bagus... merdu, kalah lah kalau dibandingin sama temen-temen say amah (kenapa bandinginnya ke temen-temen kelas mulu sih, hehe). Kekar, gagah dan putih, lumayan lah. Seriusan... kadang saya suka berpikir, Allah itu memang menciptakan manusia sungguh luar biasa, ga pilih kasih kok!! Udah miskin jelek lagi..!! nggak..nggak kayak gitu kok. Dia itu maha adil. Tapi tergantung sejauh maan kita menyikapi karuniannya dan keadilannya. Kalau terus menutup hati untuk menyadari betapa semua nikmat itu bersumber darinnya sebagai wujud kasih sayang, yaa tidak akan kerasa kasih sayang yang diberikan olehnNya, yang kerasa Cuma ketidak adilan.
Ngomong-ngomong soal “udah miskin, jelek lagi”, ada nih lawannya “udah kaya, cakep lagi” waaah subhanallah yah. Namun apa iya itu sebuah anugrah yang pantas dibanggakan? Atau itu suatu musibah dan ujian?

dua-duannya benar, itu adalah anugrah tentu saja, tapi ujiannya sangat besar dan rentan. Bahkan sangan rentan. Godaannya jauh lebih besar daripada si “miskin dan jelek tadi”. Peluang untuk kufur nikmat dan terlena jauh lebih besar pada si “kaya dan cakep” dan peluang untuk menjadi orang sabar dan dinanti surge justru lebih dekat dengan si “miskin dan jelek”. Peluang untuk sombong lebih dekat ke si “kaya dan cakep”. Peluang untuk bijak justru lebih dekat ke si “miskin dan jelek. Dan masih banyak peluang lainnya. tidak pandang bulu. Cakep, jelek, kaya, miskin, semua nikmat dan ujiannya diberikan dengan kadar kemampuannya sendiri-sendiri. Tergantung bagaimana menyikapinnya. 

Kita punya banyak hal, diberikan banyak bekal. Karena itu percaya diri lah... pernah dengar ini: “Cantik itu perilaku”. Yah baru saya dengar dari salah satu film korea yang baru saja ditonton. Seseorang yang cantik belum tentu bisa memanfaatkan kecantikannya dengan baik. Cantik tapi tidak PD, cantik tapi tidak berilmu, cantik tapi tidak bisa menjaga kehormatannya, cantik tapi tidak beretika. Lalu?? Saat kamu bertemu dengan orang cantik tapi dia tidak sopan dan nyablak minta ampun, apakah tetap akan mengaguminnya sebagai orang cantik? Atau kesan prilakunnya yang akan diingat. Relative..hehe, bersambung (kok malah kesini nulisnnya). 

 Intinya sih, percaya diri lah! Kuatkan keinginan. Jangan pernah mengira orang-orang yang berhasil tuh memiliki kemampuan luar biasa atau mempunyai senjata adihulung yang tidak tertandingi. Nggak, mereka sama kok dengan kita, sama-sama manusia. Sungguh, Allah tidak menzolimi sesorang. Tidak pula memilih. Disisinya semua sama, kita yang harus mencari tahu terus. Menyibak selubung halimun, intinnya adalah terus berjalan lurus. Jangan berhenti, jangan menyimpang, jangan berpaling apalagi muter-muter. Jalan terus, sibak kabutnnya dan temukan cahaya. Intinnya hanya itu.. terus berjalan, jangan menyerah.
Bisajadi gaya bicara si pengamen tadi lebih oke dari saya, dari teman-teman saya. Siapa yang tahu toh? Hanya bedannya dia tak mendapatkan kesempatan itu. Kalau dia mau mencoba pasti ada jalan. Bisa jadi pengamen tadi jauh lebih soleh daripad kita. Siapa yang tahu.. makannya jangan suka merasa lebih dari yanglainnaya dengan hanya melihat status social. 
Weeeitttss... status social beda sama status keimanan bro. tak bisa terukur.

Pernah dengan cerita tentang anak singa yang hidup di gerombolan domba?? Singa yang kehilangan induknnya, bergabung sejak kecil dengan kawanan domba. Alhasil setelah dewasa pun prilakunnya précis domba. Padahal dia bukan domba, jauh lebih kuat. Dia tak menyadari dirinnya singa, sampai akhirnnya dia menemukan bayangan dirinya dalam air. Saya berebeda dengan mereka. Siapa saya??

Nah, anggaplah kita ini singa. Sebagaimanapun keadaan lingkungan kita dulu, keluarga, dan leatar belakang pendidikan orang tua, bla..bla..bla... kita adalah singa, meski kadang kita berprilaku seperti domba, karena lingkungan kita mengajarkan kita berprilaku seperti domba. Cermin... kita perlu cermin, untuk apa?? Untuk menyadari bawa kita adalah singa. Dari sebuah buku menyatakan bahwa kita mempunyai aura fisik dan koleksi kesan fisik, tapi kita sulit merasakan aura kita sendiri. Biasannya kita mudah menangkap aura orang lain. Tetapi kita terlalu pandai menyembunyikan keadaan kita pada diri kita sendiri”. Tahu kan bahwa sekarang itu banyak yang namanya psikater, konselor dsb. Para konselor biasanya menjadi cermin bagi kliennya. Karena kita tak mampu sewa konselor, gunakan teman kita saja sebagai cermin. Toh orang lain jusrtu lebih peka terhadap aura kita. Ceileeeh.
Cukupkah dengan bercermin kita tahu diri ini siapa?
tidak, kita perlu sesorang yang dapat memberi tahu kita siapa kita sebenarnnya. Maka dari itu kita harus banyak belajar dari orang lain.

Percaya ga sih kalau setiap mahluk punya senjata rahasia untuk mempertahankan dirinnya?? Tuhan telah member bekal untuk setiap mahluk. Sigung dengan baunnya, bunglon dengan warna tubuh yang bisa berubah-ubah, lebah dengan sengatannya, ulat ddengan bulunnya, kelinci dengan kecerdikannya (bener ga sih? Apa di dongeng aja) dan masih banyak lagi. Lihat... kurang adil Apa Tuhan?? Lebah atau semut yang hanya berumur bulanan saja diberi bekal yang luar biasa, apalagi kita! Kita diberi akal dan pikiran untuk mempertahankan diri, untuk berfikir, lantas kenapa banyak orang yang merasa tidak berdaya, merasa lemah. Karena dia tidak mau berpikir,  asal mau sedikit berpikir kita pasti bisa.

banyak malesnnya sih kadang...Hmm, penyakit

Masih berpikr Tuhan itu tak adil?? Jangan-jangan bukan karena tuhan itu tak adil, tapi kita yang tidak tahu apa arti adil itu...
adil kan tidak harus sama. Kalau adil itu berarti sama, berarti tuhan itu justru ga adil dong karena menciptakn kita berbeda-beda. Hmm, justru bukannya aneh kalau kita sama semua. Justru dengan perbedaan itulah muncul keadilan.


Apapun keadaan kita sekarang, adalah sebab akibat dari apa yang kita putuskan. Keputusan berasal dari pikiran. Maka harus berpikir sebelum mengambil keputusan.. (Hmm, saya perlu banyak belajar)Hehe

Curhat: kalau saya nulis, tu kadang bukan karena kenapa-kenapa tapi Cuma kerasa seperti sedang manasihati diri sendiri. Ini cara saya, bagaimana cara anda?? Karena kadang kalau tidak ditulis, semua yang ada dipikran sesperti benag kusut, dengan menuliskannya ternyata ada sedikit hal yang setidaknnya berguna untuk diri sendiri.

1 komentar: