Celoteh Si Mak'nun

Selasa, 17 April 2012

Titik Kritis Kehalalan Produk Diversifikasi Susu: Keju


Oleh: Een Nuraeni

Peningkatan produksi hasil peternakan dalam negeri telah mendorong berkembangnnya teknologi pascapanen (penanganan dan pengolahan), sehingga produk hasil ternak dapat dimanfaatkan secara optimal guna meningkatkan pendapatan peternak, meningkatkan gizi masyarakat dan memperluas lapangan kerja. Karakteristik produk  pangan hasil ternak yang mudah rusak dan kondisi lingkungan Indonesia dengan temperatur dan kelembaban yang cukup tinggi akan mempercepat proses kerusakan komoditi, maka untuk itu  memerlukan penanganan pascapanen yang baik dan tepat sehingga mutu hasil ternak tetap terjaga dan aman dikonsumsi. Untuk menjaga kualitas produk peternakan dan meningkatkan konsumsi hasil ternak, salah satu programnya adalah diversifikasi produk olahan melalui teknologi pascapanen. Teknologi pascapanen mempunyai peran yang besar dalam peyediaan pangan bergizi tinggi yang berasal dari protein hewani.

Teknologi pengolahan yang semakin berkembang menyebabkan makin beragamnya bahan-bahan yang  digunakan sebagai bahan tambahan dalam makanan atau sebagai bahan sintetis untuk memperkaya karakteristik dari produk yang dihasilkan. Oleh karena itu perlu lebih cermat dalam mengkonsumsi jenis makanan olahan termasuk memahami bahan baku dan bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatnya.
Keju adalah suatu produk pangan yang berasal dari penggumpalan (koagulasi) protein susu. Penggumpalan terjadi pada bagian kasein atau protein susun akibat adanya enzim rennet yang meningkatkan keasaman susu melalui fermentasi asam laktat (Fox, 2000). Keju merupakan bahan makanan yang mengandung titik kritis dari sisi kehalalan. Hal ini tidak disebabkan karena bahan bakunya, tetapi oleh bahan penggumpal yang dipakai untuk memisahkan keju dan whey atau cairan yang terpisah setelah terjadi koagulasi susu menjadi curd. Bahan baku pembuatan keju berasal dari susu, sedangkan bahan yang diperlukan untuk menggumpalkan susu adalah enzim yang biasannya berasal dari abomasums ternak ruminansia muda, perut babi, tumbuhan ataupun dari mikrobial.
Rennet  merupakan bahan koagulan yang umum digunakan uantuk membuat keju yang merupakan hasil dari ekstraksi mukosa abomasum anak sapi. Menurut Early (1998), Rennet adalah enzim proteinase yang digunakan dalam pembentukan keju yang berfungsi sebagai koagulan susu. Pemanfaatan rennet oleh industri keju olahan di Indonesia masih bersumber dari luar negeri (impor) yang beresiko berasal dari hasil pemotongan hewan yang tidak halal, sehingga akan menjadi masalah bagi masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim. Anak sapi yang dimanfaatkan abomasumnnya untuk pembuatan rennet harus disembelih sesuai dengan syariat Islam. Jika anak sapi tersebut tidak disembelih secara Islam, maka rennet yang dihasilkan diragukan kehalalannya. Ketika rennet itu dipergunakan untuk menggumpalkan susu menjadi keju, maka keju yang dihasilkan pun akan menjadi haram. Hal inilah yang membuat keju dan produk whey menjadi kritis dari segi kehalalan dan harus dilihat betul, apakah rennet yang dipakainya halal atau tidak.
Berkaitan dengan hal ini, LPPOM MUI  menjelaskan bahwa Rennet dihasilkan bagian lambung anak sapi yang bagi sapi sendiri digunakan untuk mencerna air susu ibu sapi. Untuk mendapatkan rennet terbaik, maka tidak ada jalan lain kecuali membunuh bayi sapi yang baru lahir itu dan mengambil bagian abomasumnya untuk diekstrak menjadi rennet . Jika anak sapi tersebut tidak dipotong secara Islam, maka rennet yang dihasilkan juga akan menjadi haram, karena hukumnya sama dengan bangkai.( Odilia Winneke, 2011)
Secara sederhana  halal adalah  apa yang diperbolehkan oleh syari’at Islam (dikerjakan tidak berdosa), haram adalah  yang tidak diperbolehkan (dilarang) oleh syari’at Islam, syubhat adalah di antara keduanya (halal-haram) yang kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.Nabi S.A.W. bersabda :
” Sesungguhnya yang halal  itu jelas dan yang haram  itu jelas. Di antara keduanya ada perkara yang syubhat  yang kebanyakan manusia tidak mengetahuinya. Barang siapa yang menjaga dari yang syubhat, berarti dia telah menjaga agama  dan kehormatannya, dan barang siapa yang terjerumus dalam syubhat berarti dia terjerumus kepada yang haram. Sebagaimana seorang pengembala yang mengembala di sekitar larangan, maka lambat laun akan masuk ke dalamnya. Ketahuilah bahwa setiap pemerintah memiliki daerah larangan. Adapun daerah larangan Allah adalah apa yang diharamkan- Nya.” (HR.Bukhari & Muslim)
Keberadaan rennet impor pada produk keju yang diragukan kehalalnnya menjadi salah satu ujian bagi seorang muslim. Inilah titik kritis keharaman yang perlu diwaspadai. Barang yang halal jika tercampur dengan barang yang haram meskipun sedikit tetap saja menjadi haram. Oleh karena itu kesadaran dan keinginan saja belum cukup untuk memilih produk yang halal yang akan menentramkan kehidupan seorang muslim dan muslimah.
Mengingat banyaknnya keraguan aspek kehalalan rennet impor, saat ini para produsen keju dan peneliti sudah mulai mengembangkan dan menggunakan microbial rennet (rennet yang berasal dari mikroba) dan khusunnya di Indonesia sudah mulai dilakukan penelitian untuk rennet yang berasal dari ternak ruminansia kecil yaitu domba lokal.  Microbial rennet dihasilkan dari pross fermentasi mikroba tertentu yang bisa menghasilkan enzim rennet.  Media yang digunakan untuk memproduksi rennet jenis ini adalah bahan-bahan yang berasal dari susu, seperti susu skim, whey powder dan sumber nutrisi lain seperti gula (sukrosa) dan yeast extract (ekstrak jamur). Dengan mengontrol kehalalan bahan-bahan yang digunakan sebagai  media tersebut maka kehalalan rennet microbial ini dapat lebih terjamin. Apalagi secara umum media yang digunakan juga berasal dari produk susu, yang lebih mudah mengontrol kehalalannya.
Domba lokal sebagai salah satu jenis hewan ruminansia kecil memiliki potensi besar dalam pemenuhan sumber rennet halal di Indonesia. Berdasarkan data Dinas Peternakan Jawa Barat, populasi domba pada tahun 2008 sebanyak 5.3 juta ekor. Nisa et al. (2009) menyatakan bahwa domba lokal muda sama halnya dengan anak sapi, sejauh ini pemanfaatan hasil ikutan pemotongan seperti organ dalam khususnya abomasum domba belum banyak dimanfaatkan. Data statistik menunjukkan bahwa angka pemotongan di Jawa Barat, termasuk domba muda kurang dari satu tahun tercatat mencapai 3,3 juta ekor (Statistika peternakan, 2006). Jumlah tersebut dapat memenuhi ketersediaan abomasum sebagai sumber rennet untuk bahan koagulan keju. Pemanfaatan rennet yang berasal dari abomasum domba lokal muda belum menjadi suatu hal yang konvensional di masyarakat indonesia. Padahal, abomasum domba lokal muda yang merupakan hasil ikutan rumah pemotongan hewan, memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan dan dapat mengatasi kekhawatiran masyarakat akan status halal dari rennet yang dihasilkan. 

Esay ini diikutsertakan dalam lomba esay "menguak tabir kehalalan  diversifikasi produk peternakan" SQSP FAMM AL AN'AM 

^______^ SATU KARYA


DAFTAR PUSTAKA

Abubakar, Triyantini, R.Sunarlim dan H. Setiyanto. 1999. Teknologi Pasca Panen untuk meningkatkan nilai tambah hasil ternak dalam usaha merangsang pertumbuhan agroindustri. Proseding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. 18-19 November. Puslibang Peternakan Bogor.
Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian RI. 2008. Statistik Peternakan 2008. Jakarta: Parajuri Jaya.
Early, R. 1998. The Technology of Dairy Products. 2nd Edition. London: Champman and Hall.
Fox, Patrick F. et.al., 2000. Fundamentals of cheese Science. Gaithersburg : ASPEN.
Nisa, C., Trioso P., Ita D., C. Choliq. 2009. Produksi dan uji biologis rennet dari abomasum domba lokal sebagai bahan bioaktif dalam pembuatan keju. Prosiding Seminar Hasil Penelitian. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Odilia Winneke. 2011. Rennet dan Emulsifier Halalkah untuk Dimakan. http://food.detik.com/read/2011/08/24/174810/1710448/901/rennet-dan-emulsifier-halalkah-untuk-dimakan. [17 April 2012]

1 komentar: