Oleh:
Een Nuraeni
Peningkatan
produksi hasil peternakan dalam negeri telah mendorong berkembangnnya teknologi
pascapanen (penanganan dan pengolahan), sehingga
produk hasil ternak dapat dimanfaatkan secara optimal guna meningkatkan
pendapatan peternak, meningkatkan gizi masyarakat dan memperluas lapangan kerja.
Karakteristik produk pangan hasil ternak
yang mudah rusak dan kondisi lingkungan Indonesia dengan temperatur dan
kelembaban yang cukup tinggi akan mempercepat proses kerusakan komoditi, maka
untuk itu memerlukan penanganan pascapanen yang baik dan tepat sehingga
mutu hasil ternak tetap terjaga dan aman dikonsumsi. Untuk menjaga kualitas produk peternakan
dan meningkatkan konsumsi hasil
ternak, salah satu programnya adalah diversifikasi produk olahan melalui teknologi
pascapanen. Teknologi pascapanen mempunyai peran yang besar dalam peyediaan
pangan bergizi tinggi yang berasal dari protein hewani.
Teknologi pengolahan yang
semakin berkembang menyebabkan makin beragamnya bahan-bahan yang digunakan sebagai bahan tambahan dalam
makanan atau sebagai bahan sintetis untuk memperkaya karakteristik dari produk
yang dihasilkan. Oleh karena itu perlu lebih cermat dalam mengkonsumsi jenis
makanan olahan termasuk memahami bahan baku dan bahan tambahan yang digunakan
dalam pembuatnya.
Keju adalah suatu
produk pangan yang berasal dari penggumpalan (koagulasi) protein susu.
Penggumpalan terjadi pada bagian kasein atau protein susun akibat adanya enzim rennet yang meningkatkan keasaman susu
melalui fermentasi asam laktat (Fox, 2000). Keju merupakan bahan makanan yang
mengandung titik kritis dari sisi kehalalan. Hal ini tidak disebabkan karena
bahan bakunya, tetapi oleh bahan penggumpal yang dipakai untuk memisahkan keju
dan whey atau cairan yang terpisah
setelah terjadi koagulasi susu menjadi curd.
Bahan baku pembuatan keju berasal dari susu, sedangkan bahan yang diperlukan
untuk menggumpalkan susu adalah enzim yang biasannya berasal dari abomasums ternak
ruminansia muda, perut babi, tumbuhan ataupun dari mikrobial.
Rennet merupakan bahan koagulan yang umum
digunakan uantuk membuat keju yang merupakan hasil dari ekstraksi mukosa
abomasum anak sapi. Menurut Early (1998), Rennet adalah enzim proteinase yang digunakan dalam pembentukan
keju yang berfungsi sebagai koagulan susu. Pemanfaatan rennet oleh industri keju olahan di Indonesia masih bersumber dari
luar negeri (impor) yang beresiko berasal dari hasil pemotongan hewan yang
tidak halal, sehingga akan menjadi masalah bagi masyarakat Indonesia yang
mayoritas muslim. Anak sapi yang dimanfaatkan abomasumnnya
untuk pembuatan rennet harus
disembelih sesuai dengan syariat Islam. Jika anak sapi tersebut tidak disembelih
secara Islam, maka rennet yang
dihasilkan diragukan kehalalannya. Ketika rennet
itu dipergunakan untuk menggumpalkan susu menjadi keju, maka keju yang
dihasilkan pun akan menjadi haram. Hal inilah yang membuat keju dan produk whey
menjadi kritis dari segi kehalalan dan harus dilihat betul, apakah rennet yang dipakainya halal atau tidak.
Berkaitan dengan hal
ini, LPPOM MUI menjelaskan bahwa Rennet
dihasilkan bagian lambung anak sapi yang bagi sapi sendiri digunakan untuk
mencerna air susu ibu sapi. Untuk mendapatkan rennet terbaik, maka tidak ada
jalan lain kecuali membunuh bayi sapi yang baru lahir itu dan mengambil bagian abomasumnya
untuk diekstrak menjadi rennet . Jika anak sapi tersebut tidak dipotong secara
Islam, maka rennet yang dihasilkan juga akan menjadi haram, karena hukumnya
sama dengan bangkai.(
Odilia Winneke, 2011)
Secara sederhana halal adalah apa yang
diperbolehkan oleh syari’at Islam (dikerjakan tidak berdosa), haram
adalah yang tidak diperbolehkan (dilarang) oleh syari’at Islam, syubhat
adalah di antara keduanya (halal-haram) yang kebanyakan manusia tidak
mengetahuinya.Nabi S.A.W. bersabda :
”
Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Di
antara keduanya ada perkara yang syubhat yang kebanyakan manusia tidak
mengetahuinya. Barang siapa yang menjaga dari yang syubhat, berarti dia telah
menjaga agama dan kehormatannya, dan barang siapa yang terjerumus dalam
syubhat berarti dia terjerumus kepada yang haram. Sebagaimana seorang
pengembala yang mengembala di sekitar larangan, maka lambat laun akan masuk ke
dalamnya. Ketahuilah bahwa setiap pemerintah memiliki daerah larangan. Adapun
daerah larangan Allah adalah apa yang diharamkan- Nya.” (HR.Bukhari & Muslim)
Keberadaan rennet impor
pada produk keju yang diragukan kehalalnnya menjadi salah satu ujian bagi
seorang muslim. Inilah titik kritis keharaman yang perlu diwaspadai. Barang
yang halal jika tercampur dengan barang yang haram meskipun sedikit tetap saja
menjadi haram. Oleh karena itu kesadaran dan keinginan saja belum cukup untuk
memilih produk yang halal yang akan menentramkan kehidupan seorang muslim dan
muslimah.
Mengingat banyaknnya
keraguan aspek kehalalan rennet impor,
saat ini para produsen keju dan peneliti sudah mulai mengembangkan dan
menggunakan microbial rennet (rennet yang berasal dari mikroba) dan
khusunnya di Indonesia sudah mulai dilakukan penelitian untuk rennet yang berasal dari ternak ruminansia
kecil yaitu domba lokal. Microbial
rennet dihasilkan dari pross
fermentasi mikroba tertentu yang bisa menghasilkan enzim rennet. Media yang digunakan untuk memproduksi rennet jenis ini adalah bahan-bahan yang
berasal dari susu, seperti susu skim, whey powder dan sumber nutrisi lain
seperti gula (sukrosa) dan yeast extract (ekstrak jamur). Dengan mengontrol
kehalalan bahan-bahan yang digunakan sebagai media tersebut maka
kehalalan rennet microbial ini dapat lebih terjamin. Apalagi secara umum media yang
digunakan juga berasal dari produk susu, yang lebih mudah mengontrol
kehalalannya.
Domba
lokal sebagai salah satu jenis hewan ruminansia kecil memiliki potensi besar
dalam pemenuhan sumber rennet halal di Indonesia. Berdasarkan data Dinas
Peternakan Jawa Barat, populasi domba pada tahun 2008 sebanyak 5.3 juta ekor.
Nisa et al. (2009) menyatakan bahwa domba lokal muda sama halnya dengan
anak sapi, sejauh ini pemanfaatan hasil ikutan pemotongan seperti organ dalam
khususnya abomasum domba belum banyak dimanfaatkan. Data statistik menunjukkan
bahwa angka pemotongan di Jawa Barat, termasuk domba muda kurang dari satu
tahun tercatat mencapai 3,3 juta ekor (Statistika peternakan, 2006). Jumlah
tersebut dapat memenuhi ketersediaan abomasum sebagai sumber rennet untuk
bahan koagulan keju. Pemanfaatan rennet yang berasal dari abomasum domba
lokal muda belum menjadi suatu hal yang konvensional di masyarakat indonesia.
Padahal, abomasum domba lokal muda yang merupakan hasil ikutan rumah pemotongan
hewan, memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan dan dapat mengatasi
kekhawatiran masyarakat akan status halal dari rennet yang dihasilkan.
Esay ini diikutsertakan dalam lomba esay "menguak tabir kehalalan diversifikasi produk peternakan" SQSP FAMM AL AN'AM
^______^ SATU KARYA
DAFTAR PUSTAKA
Abubakar,
Triyantini, R.Sunarlim dan H. Setiyanto. 1999. Teknologi Pasca Panen untuk
meningkatkan nilai tambah hasil ternak dalam usaha merangsang pertumbuhan
agroindustri. Proseding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. 18-19
November. Puslibang Peternakan Bogor.
Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian RI. 2008. Statistik
Peternakan 2008. Jakarta: Parajuri Jaya.
Early, R. 1998. The Technology of Dairy Products. 2nd Edition.
London: Champman and Hall.
Fox, Patrick F. et.al., 2000. Fundamentals
of cheese Science. Gaithersburg : ASPEN.
Nisa, C., Trioso P., Ita D., C. Choliq. 2009. Produksi dan uji biologis rennet
dari abomasum domba lokal sebagai bahan bioaktif dalam pembuatan keju. Prosiding
Seminar Hasil Penelitian. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Odilia Winneke. 2011. Rennet dan Emulsifier
Halalkah untuk Dimakan. http://food.detik.com/read/2011/08/24/174810/1710448/901/rennet-dan-emulsifier-halalkah-untuk-dimakan.
[17 April 2012]
hehe...
BalasHapussip sip sip ^_^d